Label

Senin, 26 November 2018

my biggest fear (ever)

Ini adalah tahun ke-empat ku sejak hari pertama takdir memberi isyarat bahwa aku adalah seorang bidan.
Meskipun banyak dilematis karena satu dan lain hal yang membuat aku merasa begitu insecure & kehilangan self-efficacy pada profesi ini di awal-awal sampai tahun ke-3 haha lama juga ya mengalami dilematis. Tapi setahun belakangan ini aku menjadi orang yang begitu mencintai profesiku. Bahkan aku sudah berani untuk mengatakan pada dunia kira-kira seperti ini "hai, im a midwife. What's your super power?" karena aku sungguh merasakan betapa aku bisa merubah dunia dengan menjalankan profesi ini dengan baik. Insyaallah.

Back to the main topic. Singkat cerita selama 4 tahun berada di lingkaran -women and family health- aku menemukan banyak sekali hal-hal yang sering dianggap remeh temeh (termasuk aku dulu) padahal hal-hal ini merupakan koentji kebahagiaan kita.

Ya. Semakin kesini sering bertemu orang tua baru, pengantin baru, bahkan bapak ibu yang sudah berumur pun memiliki dimensi tujuan atau sumber kebahagiaan yang sama. Yaitu anak. Hal yang seringkali tidak terpikirkan dan tiba-tiba terpikirkan ketika sudah menikah. Pun semuanya serentak ingin memiliki anak yang cerdas, soleh/solehah, cantik, lucu, dan hal-hal positif lain yang merupakan doa dari semua orang tua untuk anaknya. Seolah-olah semua tentang dirinya sudah tidak penting, yang penting adalah anak. Ada juga pepatah yang bilang, suksesnya seseorang itu bergantung pada kesuksesan anaknya.


Sebegitu hebatnya seorang “anak” dapat menentukan kebahagiaan orang tuanya. Belakangan aku sering bertemu secara in person dengan para orangtua yang masyaaallah hebat dalam mendidik anak mereka, orang tua pembelajar yang mungkin ilmunya jauh lebih banyak dibandingkan aku yang notabene seorang tenaga kesehatan. Tidak hanya itu, aku juga bertemu secara in person juga dengan orang tua baru yang mengeluh memiliki masalah tentang anak mereka, mulai dari stunting, kecanduan gadget, suka nonton porno sampai dengan pecandu obat-obatan terlarang. Untuk orang tua yang terakhir ini, aku simpulkan mereka sudah menyerah dan menyesal tiada tara karena merasa gagal mendidik anak mereka padahal mereka adalah orangtua-orangtua yang berpendidikan tinggi, ekonomi juga golongan menengah keatas.

Setelah research ke beberapa sumber. Bisa aku simpulkan akar dari semua ini adalah its about preparation. Ya selain zaman yang memang semakin kesini sudah semakin mengerikan. aku sadar oenuh bahwa menjadi orang tua merupakan amanah besar. besar sekali. persiapannya harus banyak dan matang.

Orang tua dengan anak yang masyaallah soleh/solehah, cerdas, dan sukses. Ternyata mereka sudah menyiapkan diri menjadi orang tua jauh sebelum menikah, dan terus belajar mulai dari membaca banyak buku parenting, ikut seminar/kelas parenting, menjaga nutrisi gizi mereka, sampai dengan mengupgrade diri supaya menjadi role model terbaik anak mereka.

Sebaliknya orang tua dengan anak yang stunting, speech delay, kenakalan remaja, kecanduan seksual, dll. Ternyata peran orang tua mereka kurang. Para orang tuaa terlalu sibuk dengan diri dan pencapaian-pencapaian pribadinya sampai lupa bahwa dirumah ada amanah besar dari Allah yang butuh dididik dan dibesarkan dengan pengasuhan terbaik.

Dan itulah yang menjadi ketakutan terbesarku.
  • Apa aku bisa menjadi orang tua yang baik?
  • Apakah aku sekarang sudah jadi anak yang bisa orang tuaku banggakan?
  • Apakah aku harus menyelesaikan kuliah dulu baru menikah supaya bisa fokus dengan anak kelak?
  • Apakah aku nanti tidak bisa bekerja?
  • Apakah aku dan suamiku akan seirama menjalankan amanah sebagai orang tua?
  • Apakah aku dan suami bisa melawan zaman yang mengerikan ini dan mendidik anakku tetap pada jalan yang lurus?

Ketika teman-teman sebayaku memiliki jutaan mimpi untuk diri mereka sendiri. Aku malah mulai menghapus beberapa mimpi yang kemungkinan akan membuaatku tidak maksimal sebagai ibu. Aku sudah tidak ingin lagi melanjutkan s2, bahkan ketika aku lanjut s1 ini agak menyesal (atau malah takut?) Karena kuliahku -+3tahun sejak hari ini. Terlalu lama jika menunggu aku lulus, tapi gimana? Apa bisa mengasuh disambi kuliah? Apalagi ini aku yang yah masih sering keteteran dan ceroboh. Apa aku bisa? 

Entahlah, ketakutan itu seperti belati yang siap menerkamku kapan saja. Tapi aku harus melawan ketakutan-ketakutan ini, aku gaboleh capek baca buku parenting, diet gizi seimbang, stop makan junkfood/kotor, jangan capek masak, jangan sampai absen untuk ikut seminar parenting, dan hafalan-hafalan surat jangan sampai loss. 

Semoga Allah mudahkan dan lancarkan semuanya. Allah tunjukkan yang terbaik untukku.
Untuk yang baca ini, doain aku dan suamiku (yang masih calon) ya. Semoga kami bisa menjadi orang tua terbaik untuk anak kami nanti, semoga generasi keturunan kami bisa menjadi generasi yang bisa menyelamatkan ayah-bundanya di akhirat, berguna bagi nusa,bangsa,dan Negara. Amin.

Semangat untuk para Calon Orang Tua!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar